Rabu, 15 Januari 2014



Adat Perkawinan di Desa Warukin Kab.Tabalong.
               Desa warukin terletak di kabupaten Tabalong, kalimantan Selatan. Dari
Banjarmasin 6 jam driving (kalo jalanan lancar, ada titik-titik
kemacetan pada siang hari), arah ke utara melalui jalan lintas propinsi menuju
ke Balikpapan. Pada dasar nya penduduk asli desa Warukin adalah suku dayak, namun sekarang sudah banyak penduduk bersuku banjar.Jadi saya akan menguraikan dua adat pernikahan yang ada di desa Warukin kabupaten tabalong.
1.Prosesi pernikahan adat suku dayak
a.Pengantar
Dua speaker di sudut kiri halaman rumah mempelai di RT 3 desa itu berdetak kencang seiring tempo lagu. Para tamu yang hadir pun tampak larut dalam alunan lagu-lagu yang sedang ngetop itu.
Ini berbeda dari kebiasaan warga suku itu, yang biasanya menyajikan hiburan saat pesta pernikahan dengan tarian giring-giring. "Sekarang disesuaikan kemampuan yang punya hajatan,"
Mencari penari giring-giring di zaman seperti sekarang, menurutnya relatif sulit. Di desa setempat hanya ada satu grup tari yang kini sedang bertolak mengikuti festival tari Dayak ke Jakarta.
Ditambah lagi saat ini banyak warga Desa Warukin bekerja di sektor formal seperti di perusahaan atau pegawai negeri. Karena itu mereka tidak punya banyak waktu dan dana untuk menggelar hajatan sesuai adat yang biasanya berlangsung sampai tiga hari berturut-turut.
Humas Adat warga Dayak Manyan Warukin, Deny Djohn, mengatakan tak hanya pakaian pengantin dan hiburan bagi para tamu yang mulai mengalami pergeseran mengikuti tren zaman. Ada pula sejumlah tahapan adat yang sengaja dipangkas karena bukan keharusan.
"Misalnya, tradisi potong tali banjang sebagai bentuk penerimaan keluarga salah satu mempelai yang berasal dari luar kampung. Sebagian dari kami tidak menyelenggarakan lagi, karena sudah cukup prosesi inti, seperti hukum adat," paparnya.
Menurutnya prosesi potong tali banjang-- berupa tali katun yang digantungi aneka buah-buahan dan janur, kini merepotkan karena harus mengundang balian dari luar kampung.
Di kampung setempat tidak ada lagi balian, karena rata-rata warga telah beragama Kristen.
Dari semua tahapan pernikahan warga Dayak, hanya hukum adat saja yang masih dipertahankan. Biasanya tahapan simbolis ini dilakukan sehari atau sesaat sebelum kedua mempelai dipertemukan dan duduk di pelaminan.
Hukum adat adalah tahapan pembicaraan lebih lanjut yang melibatkan seluruh anggota keluarga besar terhadap lamaran yang diajukan mempelai pria.
Pada kesempatan itu keluarga besar kedua belah pihak juga saling berkenalan, menyampaikan tanggapan dan persetujuan atas pernikahan yang akan dilaksanakan.
Selain hukum adat tradisi yang masih lestari adalah turus tajak atau pembacaan sumbangan para tamu undangan. Pada kesempatan ini jumlah sumbangan dan pesan si penyumbang dibacakan secara langsung oleh penghulu adat atau yang bersangkutan sebagai kenang-kenangan dan ucapan selamat.
Waktu penyelenggaraan pernikahan juga relatif unik, biasanya menjelang Magrib sampai dini hari. hal tersebut sudah dilakukan sejak dulu menyiasati kesibukan tetangga dan handai taulan di ladang pada siang hari.
b.Perkawinan Ala suku Dayak di desa warukin  
Seorang gadis Dayak boleh menikah dengan pemuda suku bangsa lain asal pemuda itu bersedia dengan tunduk dengan adat Dayak. Pada dasarnya orang tua suku Dayak berperanan penting dalam memikirkan jodoh bagi anak mereka, tetapi cukup bijaksana dengan menanyakan terlebih dahulu pada anaknya apakah ia suka dijodohkan dengan calon yang mereka pilihkan. Kalau sudah ada kecocokan, ayah si pemuda datang meminang gadis itu dengan menyerahkan biaya lamaran yang disebut hakumbang Auh. Pada orang Dayak Ngaju umumnya mas kawin berbentuk uang atau perhiasan. Mas kawin di kalangan suku Dayak biasanya tinggi sekali, karena besarnya mas kawin dianggap sebagai martabat keluarga wanita.
Upacara perkawinan suku Dayak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak wanita. Untuk pelaksanaan upacara perkawinan dipotong beberapa ekor babi, sedangkan memotong ayam untuk hidangan dianggap hina. Pada upacara perkawinan pengantin pria biasanya menghadiahkan berbagai tanda kenangan berupa barang antik kepada abang mempelai wanita. Sebagai pernyataan terima kasih karena selama ini abang telah mengasuh calon istrinya. Tanda kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut sapput itu berupa piring keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain.

Adat perkawinan bagunung perak bagi kalangan warga Dayak seperti di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong sangat sakral. Tidak sembarangan orang dapat melaksanakan ritual persandingan pengantin yang memerlukan dana cukup besar itu.

Hanya pada waktu-waktu tertentu warga dayak Warukin mempertontonkan tahapan adat dalam perkawinan bagunung perak yang langka karena sudah lebih lima puluh tahun tidak pernah digelar lagi.

Selain kendala biaya dan karena mayoritas warga dayak setempat yang telah memeluk agama, tidak sembarang orang bisa menggelar ritual itu. Perkawinan adat atau iwurung juee bagunung perak hanya dapat dilakukan keturunan raja, bangsawan atau orang kaya.

Bila dalam garis keturunan tidak pernah ada yang melaksanakan, maka anak cucunya juga tidak boleh atau akan terkena bala.
Ritual dimulai dengan kedatangan mempelai lelaki bernama Mangaci ke rumah mempelai wanita bernama Rohepilina di balai adat desa setempat sekitar pukul 09.30 Wita.

Dalam perkawinan bagunung perak sebenarnya biasanya semua prosesi dilakukan sore menjelang malam. Sebab pada saat itu semua warga kampung dan tamu undangan yang datang dari jauh sudah selesai bekerja sehingga dapat meluangkan waktu hadir.

Keluarga mempelai lelaki minta izin masuk dengan berbalas pantun. Setelah diizinkan, mempelai lelaki melakukan natas banyang atau potong pantan, yakni menggunting tali dari janur sebagai tanda membuka pagar. Rombongan masuk sambil diiringi tarian dan musik tradisional, simbol kebahagiaan.

Lalu dengan diiringi tarian dan musik keluarga mempelai dikawal penari dan balian bawo masuk ke rumah mempelai wanita. Balian bawo lalu berhenti di depan pintu dan menyapa keluarga wanita dalam bahasa manyan sebelum masuk.

Dan seperti ritual adat lainnya, dilakukan musyawarah saat pembicaraan lamaran yang disebut ngusul pakat atau mufakat. Tahapan ini dilakukan setelah acara dibuka oleh tetua adat dengan minum bersama tuak air tapai ketan yang dicampur sedikit merica dan pewarna daun pandan.

Setelah didapat kata sepakat, maka pengulu adat yang bertugas menikahkan pasangan tersebut menyatakan pemenuhan hukum adat sesuai dengan hukum yang sudah diatur dan dijalankan. Pasangan mempelai pun siap disandingkan di pelaminan yang disangga kepala kerbau.

Mereka sudah cantik dan gagah mengenakan pakaian pengantin dayak dari beludru hitam bermotif flora nuansa keemasan. Di rambut mereka juga tersemat bulu elang sebagai simbol kejantanan dan kebangsawanan.

Dengan bersandingnya kedua mempelai, prosesi hampir selesai. Sebab setelah dilakukan saki pilah atau pemalasan pengantin agar direstui Shang Hiyang Bihatara, kedua mempelai resmi diserahkan oleh keluarga masing-masing.

2.Perkawinan Adat Banjar di Desa Warukin
1. pengantar
Suatu kehidupan yang paling menarik dan tak pernah terlupakan bagi individu masyarakat adalah acara “perkawinan”. Oleh sebab itu perkawinan tersebut selalu ditandai oleh sifatnya yang khas dan unik yang merupakan suatu tata traditional bagi setiap suku.
Dalam peristiwa itu selalu terjalin dengan harmonis ketentuan menurut agama dan adat istiadat sebagai lembaga tak tertulis yang dipatuhi tanpa pertentangan – pertentangan antara satu dengan yang lainnya dalam strata masyarakat adat.
Suku banjar sebagai salah satu suku bangsa Indonesia di Kalimantan Selatan yang juga mempunyai tata cara keadatan tentang peristiwa perkawinan itu, meskipun keadatan tersebut telah mengalami perubahan – perubahan secara evolusi.
Adat istiadat yang menurut kurun waktunya sangat menonjol adalah pada abad ke-18, suatu gambaran yang dapat dinilai secara fisik maupun psikis adalah pembauran antara peninggalan zaman Hindu, Islam dan pengaruh asing lainnya.
Secara kronologis, maka peristiwa perkawinan menurut adat suku Banjar dapat diuraikan sebagai berikut:
2. Basasuluh
Bila seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang terdekat diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan keterangan tentang calon isteri yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga yang bersangkutan.
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
1. Tentang agamanya
2. Tentang keturunannya
3. Tentang kemampuan rumah tangganya
4. Tentang kecantikan wajahnya
Dari empat hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon isteri di samping hal di atas, akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal itu sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka kelak.
3. Badatang
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan beberapa orang ke rumah calon isteri yang disebut dengan istilah “badatang”. Kedatang ini diterima antara kedua keluarga calon suami isteri itu secara traditional biasanya lahirlah dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah ‘Balarangan’ tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu perencanaan ancer – ancer para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua anak masih remaja.
Menurut adat seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya dia tidak diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
4. Maantar jujuran dan maantar patalian
Sebagai pangikat atau bukti telah bertunangan, calon mempelai pria haus memberikan “jujuran/patalian” atau oleh-oleh kepada calon mempelai wanita. Benda-benda patalian diantaranya berupa seperangkat perlengkapan tata rias, wangi-wangian, perlengkapan kamar tidur, perhiasaan dan sejumlah uang. Mataar Patalian ini dilakukan oleh rombongan yang terdiri dari ibu-ibu sebanyak sepuluh sampai dua puluh orang dan bisanya diterima dengan upacara sederhana. Kesempatan ini digunakan oleh keluarga untuk mengumumkan kepada para tamu tentang hubungan calon pengantin yang disebut balarangan atau bertunangan. Dalam acara tersebut kedua calon penganin harus dihadirkan.
5. Dipingit
Merupakan salah satu tahap yang harus dilewati oleh seorang gadis menjelang hari pernikahannya. Intinya, calon pengantin wanita “dikurung” selama seminggu dengan maksud untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sesuai perkembangan masa, acara bapingit kini dipersingkat antara dua sampai tiga hari saja. Pada masa bapingit calon mempelai wanita tidak diperkenankan dikunjungi oleh calon mempelai pria atau pemuda lainnya.
Selama masa bapingit calon pengantin wanita benar-benar harus mempersiapkan lahir dan batin untuk mengarungi mahligai rumah tangga.
6.Nikah
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi.
7.Batimung
Bagi pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau tiga hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Dengan demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan berkeringat lagi.
8. Mandi-mandi
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita melangsungkan acara mandi – mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam bunga. Pada daerah Kuala kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau ‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga – bunga yang dioerlukan lebih banyak dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.
9. Batapung Tawar
Seiring dengan acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita. Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘piduduk’, yaitu seperangkat keperluan pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari sagantang beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk: beras melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambing manis (kehidupan), ayam lambing cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum, lading makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang persediaan dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada bidan kampong yang memimpin acara mandi – mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.
10. Batamat Al-qur’an
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.
11. Walimah
Yang dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini trgnatung pada kemampuan keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja. Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
1. Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
2. Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)
3. Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
4. Nang meurus karasmin (mengurus kesenian)
5. Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
6. Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
7. Nang menerima saruan (penerima tamu)
Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.
12. Manurunkan dan Maarak Panganten Laki-laki
Metupakan upacara di rumah pihak keluarga pengantin laki-laki untuk dipersiapkan dibawa kerumah mempelai wanita. Diawali dengan doa dan selamat kecil, kemudian mempelai pria turun keluar rumah sambil mengucap doa keselamatan diiringi Shalawat Nabi oleh para sesepuh serta taburan beras kuning sebagai penangkal bala dan bahaya. Meski acara tampak sederhana dan sangat mudah namun acara ini harus dilakukan, mengingat pada masa-masa lalu tak jarang menjelang keberangkatan mempelai pria mendadak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang berakibat gagalnya upacara pernikahan.
Doa dan harapan keselamatan telah ditadahkan oleh kedua tangan, kemudian rombongan pengantin menuju kediaman mempelai wanita. Beberapa puluh meter di depan rumah mempelai wanita, berbagai macam kesenian akan ditampilkan menyambut kehadiran rombongan pihak pengantin pria. Diantaranya, Sinoman Hadrah (seni tari masal sambil mempermainkan bendera-bendera diiringi pukulan rebana), Kuda Gepang(hampir sama dengan kuda lumping), juga musik Bamban (sejenis Tanjidor Betawi). Mempelai pria melewati barisan Sinoman Hadrah, dilindungi oleh Payung Ubur-Ubur yang akan terus berputar-putar melindungi pengantin sambil rombongan bergerak menuju rumah mempelai wanita.

13. Petataian
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang biasanya diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai warti yang terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita yang berlatar belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas piring kuningan besar yang diletakkan di atas bokor sesanggan kuningan.
14. Batataian
Merupakan puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling bahagia oleh kedua pengantin ataupun keluarga mereka.

a. Pengantin wanita.
Pengantin wanita dengan tat arias pengantin bak amar gelung pancar matahari, baju lenagn pendek yang berendas epanjang pinggirannya, dikenal dengan nama baju poko. Dipangkal kedua tangannya terpasang kilat bahu dan gelang tangan jenis gelang tabu-tabu dilengkapi dengan menggunakan sepasang gelang kaki emas berbentuk akar atau buku manisan.
b. Pengantin Pria
Pakaian pengantin pria mengenakan baju jas buka yang terdiri dari baju bagian dalam warna putih, baju luar jas buka dengan warna yang sesuai dengan warna celana. Tutup kepala disebut laung tutup yang mempunyai cirri khas banjar tersendiri yaitu simpul laung dalam bentuk ‘lam djalalah’, memakai kalung samban dengan bogam melati sebanyak tiga atau lima, membawa kembang palimbaian menuju rumah pengantin wanita.
c. Tahap-tahapan betataian
a. Pengantin pria diantar
b. Betawak nasi lamak
c. Sujud dan makan bersama
d. Usung jinggung dan diarak.
Ø  Berikut beberapa versi upacara betatai :
·         Versi Banjar Kuala
Mempelai laki-laki memasuki rumah mempelai wanita dan langsung menuju kamar mempelai wanita untuk menjemputnya dan kembali menuju Balai Patataian yang biasanya terletak diruangan tengah untuk duduk bersanding(batatai). Prosesi yang harus dilakukan :
- Bahurup Palimbaian ; sewaktu masih dalam posisi berdiri kedua mempelai bertukat bunga tangan.
Maknanya : kedua mempelai optimis terhadap hari-hari mendatang yang akan mereka jalani dengan penuh keceriaan, bagai harumnya bunga tangan mereka.
- Bahurup Sasuap ; kedua mempelai duduk bersanding lalu saling menyuapkan sekapur sirih (terdiri dari sirih, pinang, kapur, gambir).
Maknanya : mereka sudah saling membulatkan tekad untuk menempuh pahit, getir, manis dan perihnya kehidupan dan mengatasinya dengan seia sekata.
- Bakakumur ; setelah mengunyah sekapur sirih, kedua mempelai berkumur dengan air putih, lalu air bekas kumur dibuang ke dalam tempolong.
Maknanya : segala hal yang kurang baik segera di buang, sehingga dalam memasuki perkawinan kedua mempelai dalam kondisi bersih dan ikhlas.
-Batimbai Lakatan ; mempelai wanita melemparkan segenggan nasi ketan ke pangkuan mempelai pria, lalu oleh mempelai pria dilemparkan kembali ke pangkuan mempelai wanita.
Maknanya : Agar tali perkawinan yang mereka bina sedemikian erat, dapat memberikan keturunan yang baik dan unggul. Sekanjutnya nasi ketan tadi dilemparkan ke hadirin untk diperebutkan oleh para remaja putrid. Dipercaya remaja yang mendapatkan nasi ketan tersebut akan cepat mendapat pasangan.
- Batapung atau batutungkal ; para tertua dari kedua keluarga memberikan sentuhan dengan memercikan ramuan (air bunga, minyak likat baboreh dan minyak wangi) pada ubun-ubun , bahu kiri dan kanan, dan pangkuan mempelai.
Maknanya : agar perjalanan perkawinan mempelai selalu mendapat dukungan , bimbingan dan berkah dari pihak keluarga serta pinisepuh.
Versi Banjar Pahuluan (1)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan Shalawat Nabi dan taburan beras kuning, mempelai wanita telah diambang pintu, kemudian mereka bersama-sama dibawa untuk duduk bersanding di atas Geta Kencana, sejenis tempat peraduan (tempat tidur). Prosesi selanjutnya hampir sama denga versi Banjar Kuala.
Versi Banjar Pahuluan (2)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan Shalawat Nabi dan taburan beras kuning. Di depan pintu telah menanti mempelai wanita, dan kemudian kedua mempelai dibawa menuju Balai Laki dengan berjalan kaki maupun dengan cara Usung Ginggong. Selama bersanding di Balai Laki, kedua mempelai menyaksikan atraksi kesenian, dan harus menerima godaan atau olok-olok dari undangan yang hadir dengan senyum. Setelah selesai pasangan dibawa kembali ke rumah mempelai wanita diiringi tetabuhan kesenian tradisional.

15. Kelambu Penganten
Begitu pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang untuk melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu.
Kelambu ini selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang utama, yakni ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah bubungan tinggi (rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal atau belum banyak mengenal ranjang. Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam bentuk segi empat yang umumnya mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di atas kelambu di pasang langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman kembang pancar matahari.
16.Penutup
Dalam kurun waktu yang panjang, adat istiadat atau tradisi perkawinan adat banjar ini mengalami beberapa perubahan baik tentang acaranya, busana atau sarana perlengkapan lainnya, sepanjang tidak menggeser keaslian tradisionalnya. Upaya-upaya para budayawan, perias pengantin banjar, dan penataan busana pengantin memang telah mengambil langkah-langkah untuk menetapkan suatu standar yang baku. Hal ini sangat penting agar cirri khas perkawinan adat banjar tersebut dapat terpellihara secara lestari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar